Sabtu, 12 Maret 2011
Perasaan Bahagia Baik Bagi Kesehatan
Penelitian menyimpulkan perasaan bahagia merupakan kesehatan penting seseorang. Sebelumnya, shalat tahajud menurunkan hormon cortisol (hormone penyebab setres)
Hidayatullah.com--Sebuah studi yang dilakukan pada hampir 3.000 orang dewasa yang sehat di Inggris, yang dipimpin oleh Dr. Andrew Steptoe dari University College London, menemukan bahwa mereka yang mengaku sedikit murung/sedih mempunyai tingkat cortisol (hormon penyebab stres) yang lebih rendah. Ketika hormon itu dinaikkan secara berkesinambungan, secara otomatis dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi, kegemukan pada bagian perut, mengurangi fungsi kekebalan, juga masalah-masalah lainnya.
Dalam studi yang dipublikasikan American Journal of Epidemiology, wanita yang dilaporkan memiliki lebih banyak emosi positifnya, mempunyai tingkat dua protein darah lebih rendah, yang mengindikasikan menyebarnya peradangan pada tubuh. Peradangan kronis dipercaya menyebabkan sejumlah penyakit selama periode tertentu, termasuk penyakit jantung dan kanker.
Para peneliti telah lama mencatat bahwa orang yang lebih merasa bahagia cenderung lebih sehat dari pada mereka yang terus menerus merasa stres, perasaan bermusuhan, atau pesimis. Tetapi penyebabnya masih sedang dipelajari.
Satu kemungkinan adalah bahwa seseorang yang perasaannya lebih bahagia membangkitkan gaya hidup yang lebih sehat, tetapi tidak semua studi menemukan ini sebagai alasannya, jelas Steptoe.
“Karena itu kita terus melakukan penelitian lebih pada hubungan biologis langsung diantara kondisi yang positif dan kesehatan,”kata Sreptoe pada Reuters Health.
Penemuan-penemuan saat ini, menurut Steptoe, menambah bukti bahwa kebahagiaan dan emosi positif lainnya adalah “berkaitan dengan respons biologis yaitu perlindungan kesehatan.”
Studi itu mencakup 2.873 pria dan wanita sehat berusia antara 50-70 tahun. Setelah melewati satu hari, para relawan diambil contoh air ludahnya sebanyak 6 sampel sehingga para peneliti dapat mengukur tingkal cortisol-nya; setelah masing-masing sampel diambil, relawan dicatat suasana hatinya saat itu yang merupakan kelanjutan terhadap apa yang mereka rasakan “bahagia, menyenangkan, atau pun kadar kebahagiaannya.”
Pada hari yang terpisah, para peneliti mengukur tingkat C-reaktif protein (CRP) and interleukin 6 (IL-6) dari para relawan, yang merupakan penanda peradangan dalam tubuh mereka.
Mereka menemukan bahwa pria dan wanita yang suasana hatinya lebih bahagia dilaporkan mempunyai tingkat cortisol dibawah rata-rata pada hari penelitian itu – bahkan ketika faktor-faktor lain seperti usia, berat badan, merokok, dan penghasilan turut diperhitungkan.
Diantara wanita, tetapi tidak terjadi pada pria, emosi positif juga berhubungan dengan tingkat yang rendah dari CRP and IL-6. Menurut para peneliti, tidak dapat dijelaskan alasan yang berkenaan dengan perbedaan jenis kelamin.
Steptoe mengatakan penemuan cortisol mempertegas hasil penemuan sebelumnya, pada lingkup studi yang lebih kecil; walaupun demikian hasil penelitian pada CRP dan IL-6, adalah baru.
“Penemuan ini menyimpulkan proses biologis lainnya yang mengkaitkan kebahagiaan dengan berku-rangnya kerentanan biologis,”katanya.
Tetapi apabila memang orang yang lebih bahagia adalah orang yang lebih se-hat, maka pertanyaan sulit yang tertinggal adalah: Bagaimana anda dapat menjadi bahagia?
“Apa yang kita ketahui,”catat Steptoe,”Adalah kondisi kejiwaan seseorang bukanlah sekedar sesuatu yang turun temurun, tetapi tergantung pada hubungan sosial kita dan pemenuhan makna hidup.”
“Kita perlu membantu orang untuk mengenali hal-hal tersebut, sesuatu yang membuat mereka merasa nyaman dan benar-benar memuaskan kehidupan mereka, sehingga mereka memanfaatkan lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal tersebut.”
Sebelum ini, Seorang dosesn IAIN Sunan Ampel Surabaya DR Moh Sholeh telah melakukan penelitian dengan mengambil sampel darah anak-anak yang rajin shalat tahajud dan yang tidak.
Hasilnya, orang yang rajin shalat tahajud akan menurunkan hormon cortisol. “Jika kita melakukan shalat tahajud secara tulus, rutin dan khusu maka cortisol kita akan turun,” ujarnya.
Disertasi Dr. Moh Sholeh untuk gelar Doktoralnya di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya pernah dipresentasikan di Havard University Amerika Serikat, mewakili Indonesia dari 50 peneliti se dunia.
Sumber : Hidayatullah.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar